Maraknya kasus kekerasan terhadap anak belakangan ini menjadi keprihatinan bersama. Sejumlah kasus, seperti pemerkosaan anak oleh ayah kandung di Depok, pelecehan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, hingga anak meninggal akibat depresi dirundung oleh teman sebayanya di Tasikmalaya, mencuat ke publik.
Kasus kekerasan baik fisik dan psikis terhadap anak semakin banyak terungkap lantaran masyarakat memiliki keberanian melapor. Di satu sisi, perkembangan media sosial membuat sebuah kasus terkait anak sulit untuk disembunyikan.
Yang memprihatinkan dari jumlah kasus kekerasan anak itu adalah kecenderungan terus bertambahnya jumlah anak korban kekerasan seksual. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melaporkan, ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual sepanjang Januari 2022.
Jumlah tersebut setara dengan 9,13 persen dari total anak korban kekerasan seksual pada 2021, yang mencapai 8.730. Data tersebut berasal dari laporan yang didapatkan dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).
Berdasarkan data Kementerian PPPA, jumlah anak korban kekerasan seksual sepanjang 2019 hingga 2021 mengalami peningkatan. Pada 2019, jumlah anak korban kekerasan seksual mencapai 6.454, kemudian meningkat menjadi 6.980 di 2020. Selanjutnya sejak 2020 ke 2021 terjadi peningkatan sebesar 25,07 persen menjadi 8.730.
Untuk melindungi anak dari kekerasan maka guru Paud di himbau untuk dapat menangani kekerasan anak tersebut dengan mengikuti kegiatan webinar dengan tema lindungi anak dari kekerasan yang dilaksanakan pada hari selasa , 23 april 2024.
Semoga dengan adanya kegiatan webinar dengan tema lindungi anak dari kekerasan ini maka seluruh guru paud mendapatkan bimbingan dari para psikolog yang memberikan ilmu dalam menangangi kasus kekerasan anak sehingga tidak terjadi lagi kekerasan pada anak di sekolah , rumah maupun lingkungan luar sehhingga anak merasa hidup nyaman, aman dan bahagia.