“Asaslamualaikum. My name is Vellycy Rohmanita, I come from Indonesia” seorang anak berjilbab memperkenalkan diri saat upacara berlangsung. “Baiklah Velly, dengar-dengar kamu itu penulis terkenal, buku apa saja yang sudah terbit?” Tanya ibu kepala sekolah. “Love My Sister, Say no to bullying, Ammie is my little sister, and Cookies girls” jawab Vellyza santai. “Baiklah, kamu sekarang sedang membuat novel apa?” Tanya ibu kepala sekolah. “Saya membuat novel Velly’s Story” jawabnya lagi. “Waaw Amazing, baiklah kamu masuk kelas V-B ya” bu kepala sekolah mengakhiri obrolan. Upaca bendera selesai dan barisan dibubarkan. SD Diligent School adalah sekolah mahal yang mewah dan terkenal dengan fasilitas yang luar biasa. Hanya anak yang kaya dan berprestasi saja yang masuk sekolah itu.
“Halo Vellyza, aku Annly Princsella Queenza, panggil Annly” aku menjabat tangan Velly. “Apa? Kamu mau berkenalan denganku? Liat dong siapa kamu dan siapa aku” ujar Velly sombong sambil membuang muka. Aku hanya menunduk. Rupanya Velly sudah tahu bahwa aku adalah anak seorang pak Tomy, tukang kebun rumah Cilla. Cilla adalah anak orang kaya yang rumahnya tak jauh dari gubuk yang ditinggali aku, kakakku, dan kedua orangtua ku.
Sebenarnya, aku bisa sekolah di SD Diligent School karena saat TK aku adalah murid berprestasi sehingga mendapat beasiswa di sekolah ini.
Saatnya jam pelajaran Bahasa Arab, pelajaran yang sangat kusuka. Aku menunggu Ustazah Fanny dengan sabar. “Assalamualaikum Friend, hari ini kita akan belajar membaca Al-qur’an, bagi yang sudah bisa langsung berbaris di depan ustazah, dan yang belum bisa tetap duduk di mejanya” ustazah Fanny tersenyum sambil menghitung murid-murid yang bisa membaca Al-qur’an.
“Ustazah, saya tidak ingin ikut pelajaran Bahasa Arab, ustazah tidak bisa memaksaku karena aku seorang penulis dan papaku adalah seorang Jenderal,” ancam Velly sambil mengangkat tangan. Ustazah Fanny hanya tersenyum datar, tak menghiraukan. Velly terlihat sangat kesal karena perkataanya tidak digubris.
“Velly, kamu nggak boleh gitu, kalau belum bisa ya belajar kali” celetuk Chacha yang sedang bangkit dari tempat duduknya menghampiri ustazah Fanny. Velly hanya mencibir.
Setelah bel pulang berbunyi, aku segera menghampiri kelas 5-A. Aku ingin pulang bersama Nuna. Nuna adalah sahabat pena ku dulu yang pindah dari Indonesia ke Italia. “Nuna, pulang bareng yuk” ajakku ramah. ”Maafkan aku Annly, aku ada urusan bersama Velly” jawab Nuna sambil menggendong ranselnya.
Aku membuntuti Nuna yang berjalan bersama Velly. “Kita, foto dulu di depan rumah mewah di dekat rumahku, biar kelihatan rumahku besar gitu lho” seru Velly dengan muka sinis.
Kami terus berjalan hingga akhirnya sampai di sebuah rumah bercat putih berlukis bunga Mawar dan Tulip di dinding pintu masuknya. “Nah, ayo rumahku nggak jauh lagi dari sini kok” ujar Velly.
“Nah kita bikin status Facebook dulu yuk” Velly mengambil hp nya dari tas selempangnya. “Hallo, Friend kali ini ada bintang tamu di video kali ini, Nuna Rafanza, model cilik majalah anak, kita akan berjalan menuju rumah Velly yang megah, modern, keren, besar, dan tentunya sangat bagus” seru Velly di depan kamera smartphone nya. “Vel, kamu berlebihan banget deh,” tegur Nuna pelan. “Maksudmu terlalu berlebihan karena rumahku kecil dan kumuh?” Velly mulai naik darah. Nuna hanya menghela napas panjang.
“Nah, sudah sampai kamu mainnya sampei zuhur aja ya” pinta Velly sambil membuka gerbang kayu rumahnya. Rumah Velly bercat kuning susu, pagarnya terbuat dari kayu, di teras tampak tempat duduk bambu berjumlah dua yang panjang, rumahnya bertingkat satu. “Velly kemana saja kau? Ibu cari ke rumah Lula tak ada” omel ibu Velly dengan muka garang.
“Velly jemput Nuna dulu bu” jawab Velly pelan, mukanya pucat pasi. “Nuna si model anak? Masuk ayo masuk dulu” ibu Velly yang bernama tante Misari mempersilahkan Nuna duduk di bangku bambu. “Tante, Nuna boleh main sampai sore?” Tanya Nuna sopan. “Tidak, zuhur kamu harus pergi dari sini” tegas tante Misari galak.
Nuna hanya terdiam. Velly dari tadi membisu. “Baiklah, saya bikinkan es teller ya” tante Misari berjalan masuk kerumah. Velly menunduk. “Maaf ya Nun, kamu nggak boleh main disini sampe sore, aku merasa bersalah” kata Velly pelan namun terdengar jelas di telingaku dan Nuna. Aku memang bersembunyi di semak di depan pagar kayu rumah Velly. Nuna masih terdiam.
“Velly masuk nak, Nuna tetap di teras” suara tante Misari memanggil Velly dengan suara keras. Velly berlari masuk kedalam. “Hari ini kita akan mendapat banyak uang hasil copet bapak dan nasi uduk basi ibu laris manis” cerita tante Misari senang. Velly masih terdiam. “Kenapa? Kamu nggak seneng? Kurang apalagi hah!” ibu Velly terlihat marah besar. Velly menangis lalu segera berlari menuju teras. “ Nuna, pergi Nuna sebelum kamu disakiti ibuku, pergii” teriak Velly keras. Nuna yang tak mengerti apa-apa langsung berlari meloncati pagar kayu. Aku segera bersembunyi dibalik pohon Rambutan.
“Velly, apa yang kau lakukan? Kenapa kamu mengusir mangsa kita? Kamu memang tak tahu diuntung” marah tante Misari. “Hahaha, ibu mau saja ditipu, aku kan sengaja biar Nuna tuh pergi, tuh bapak sudah datang” Velly menunjuk laki-laki paruh baya yang sedang membawa tas berisi jutaan uang. “Bapak pulang..” bapak itu melambaikan tanganya.
“Bapak, wah akhirnya pulang juga” sambut ibu Velly. “Ayo cepat kita ke ruang tamu” ajak bapak disambut anggukan Velly dan ah ada anak perempuan yang wajahnya mirip dengan Velly. Siapa itu?
“Viclly, cepat bantu adikmu angkat koper-koper pakaian ini” perintah ibu Velly kasar. Viclly dengan sabar mengangkat dua koper yang dibawa bapaknya itu. Ternyata Viclly adalah kembaran Velly. Tetapi, kenapa mukanya sama dengan Velly dan lebih mirip dengan yang di foto di back cover buku?
“Bu, Velly lapar” rengek Velly. “Ok! Minta adikmu masak sup ayam dengan porsi jumbo untuk ibu dan bapak juga” saran ibu Velly. Velly hanya mengangguk dan segera saja dia menghapiri adik kembarnya, Viclly yang sedang mengangkut kardus berisi emas dan aksesoris untuk ketiga prempuan di rumah itu. Dan ada juga berpuluh kotak sepatu untuk anggota keluarga kecil itu.
“Dik, tinggalkan itu, masak dulu buat makan malam nanti dibantu kakak” kata Velly sambil menarik tangan Viclly. Viclly hanya pasrah sambil menuruti kemauan kakaknya itu. Viclly memang jago memasak, sedangkan Velly tidak.
“Hei! Viclly kok masakannya asin banget sih?” bentak bapaknya murka. “Lho? Garamnya medium kok pak, Velly, kamu nambahin ya?” tuduh Viclly sambil menunjuk Velly yang sedang menikmati ayam panggang. “Enggak kok,” jawab Velly santai. “Baiklah, sudah sekarang cepat buat karangan untuk Velly untuk diterbitkan” suruh ibunya kasar. Viclly hanya mengangguk menuruti kemauan anggota keluarganya. Aku yang mendengar dan melihatnya sangat tersentuh. Selama ini aku selalu mengeluh dengan hidupku yang miskin dan susah padahal ada yang lebih susah lagi.
Aku segera pulang. Memori kameraku sudah penuh karena kebanyakan foto yang aku ptret saat kejadian. Saat aku membuka pintu depan, aku disambut oleh nenek dan ibu yang sedang menikmati es buah. “Selamat sore Annly, cepat habiskan es buah ini, ibu yang buat lho” ibu sedikit membusungkan dada.
“Lho, kakek dan bapak mana?” Tanyaku heran. “Eem, ke masjid dong” jawab nenek. Aku menepuk dahi. “Kamu kenapa kok telat pulang?” Tanya nenek heran. “Begini, tadi Ann buntutin Velly kerumahnya, ternyata blabla..” aku bercertita dengan heboh. “Ya ampun jadi yang nulis itu bukan Velly tatapi adik kembarnya, dan rumahnya itu bohong” tukas nenek sebal. Aku mengangguk geram.
Keesokan harinya…
“Waah hebat kamu bisa tahu kalau Velly itu bukan penulis asli” puji Karima salut. “Iya kamu memang pinter deh” puji Andi, anak kelas 5-A. Aku hanya tertawa kecil. Aku melirik Velly yang sedang dikerubungi ibu kepala sekolah, dan beberapa teman-teman.
Nah, intinya sekarang kalian jangan pernah mengeluh dan jangan bohong. Kalian tidak tahu kan kalau masih banyak orang yang susah daripada kita. Dan satu lagi jangan bohong. Bohong tak ada gunanya bagi kita. Sekecil apa pun kebohongan, pasti terbongkar. Ingat itu!
*Penulis
Nama : Almira Annalia Hidayat
Kelas : 3 SD Lab School FIP UMJ